Thursday, March 29, 2007

Sugesti Positif

Oleh : Yusuf Burhanudin

''Wahai orang-orang beriman, jauhilah sering berprasangka, sungguh sebagian prasangka adalah dosa. Janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan jangan pula sebagian kamu menggunjing yang lain. Apakah kalian suka memakan daging saudara yang sudah mati. Tentulah kalian merasa jijik kepadanya, bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.'' (QS Al-Hujurat [49]: 12).

Prasangka baik (husnuzhan ) dalam bahasa psikologi disebut sugesti positif. Prasangka baik perlu dimiliki seseorang jika ingin meraih kesuksesan dan keberhasilan. Sugesti positif selain mencerminkan kesucian hati, juga menjadi doa, harapan, dan optimisme seseorang untuk selalu bangkit dari berbagai kegagalan dan keterpurukan.

Pepatah Arab mengatakan, ''Jika seseorang takut miskin, ia akan miskin. Jika seseorang takut hina, dirinya telah terhina.'' Sebelum kemiskinan dan kehinaan menimpa, keduanya hadir justru di saat kita terlalu mengkhawatirkan terjadi.

Mengutip Syekh Ibnu Atha'illah dalam Kitab Al-Hikam, berbaik sangka itu tidak hanya pada sesama. Tetapi, juga kepada Allah. Inilah ciri orang beriman, yang selalu meyakini setiap cobaan, musibah, dan derita yang menimpa tiada lain peringatan dan ujian dari-Nya. Agar kita lekas sadar dari kealpaan, senantiasa mengikuti perintah-Nya, menjauhi maksiat, serta dalam rangka mengumpulkan pahala.
Tidak ada manfaat berburuk sangka, apalagi kepada Allah. Buruk sangka selalu menyuburkan kebencian, kedengkian, dan permusuhan sehingga membuat kita abai pada misi hidup sesungguhnya di muka bumi.

Su'uzhan (prasangka buruk) adalah gambaran hati yang iri, dengki, dan penuh hasut. Saat berprasangka, seseorang menilai dengan kacamata kekurangan pada orang lain dan penuh keistimewaan memandang dirinya (egoisme). Rasulullah SAW bersabda, ''Jauhilah prasangka, prasangka itu omongan paling dusta.'' (HR Muttafaq Alaih).

Tidak ada yang paling dusta selain prasangka. Praduga didasarkan pada khayalan, ucapan didasarkan imajinasi berlebihan yang dikarang sesuai fantasinya sendiri. Inilah omongan paling dusta, tidak saja tanpa fakta tapi juga kebohongan tingkat tinggi.

Usamah, sahabat Nabi SAW, ditegur karena membunuh musuh yang mengucapkan la ilaha ilallah. Pada pengadilan militer, Usamah membela diri, musuhnya mengucapkan itu karena takut pedang. Rasulullah SAW bersabda, ''Apakah kamu membelah dadanya hingga tahu ia mengucapkan tahlil itu sungguh-sungguh atau tidak?'' (HR Muslim). Demikian Islam menjaga akhlak umatnya.

Sumber : Hikmah Republika Online, 29-03-2007

Berutang

Oleh : Nasher Akbar

''Hati-hati dengan utang, sesungguhnya berutang itu suatu kesedihan pada malam hari dan kerendahan diri (kehinaan) di siang hari.'' (HR Ahmad). Orang yang dibebani utang akan merasa hilang kebebasan yang dimilikinya. Dia akan selalu dibelenggu sebuah tuntutan untuk melunasi utang tersebut, pendapatan hasil kerja akan termakan olehnya, sehingga kita tidak lagi bebas membelanjakannya.

Rasulullah SAW bersabda, ''Janganlah kalian membuat takut jiwa selepas ketenangannya.'' Sahabat bertanya, ''Apa itu wahai Rasulullah?'' Beliau menjawab, ''Utang."

Utang ini pula yang telah membelenggu negeri ini, sehingga kita tidak memiliki kebebasan bertindak. Kebijakan-kebijakan pemerintah seringkali mendapat intervensi dari asing yang tiada lain adalah para pendonor kita. Karena itu, Rasulullah menganjurkan kepada umatnya untuk selalu berdoa meminta perlindungan Allah dari bahaya utang.

Namun dalam segi lain, Islam menganjurkan orang kaya untuk ringan tangan dalam memberikan utang kepada saudaranya yang sangat membutuhkan. Bahkan, Rasulullah mengungkapkan memberikan utang memiliki pahala lebih baik daripada bersedekah. Sebuah hadis Hasan menjelaskan, ''Utang itu pahalanya dua kali lipat daripada pahala sedekah.''

Dalam kisah perjalanan Rasulullah bersama malaikat Jibril pada malam Isra Mi'raj, tertulis di salah satu pintu surga kata-kata, ''Sedekah bersamaan 10 kali ganda dan utang bersamaan 18 kali ganda.''

Lalu baginda Nabi bertanya kepada Jibril, mengapa demikian? Jawab Jibril, ''Sedekah diberikan kepada seseorang, semua atau sebahagiannya. Sementara utang, orang tidak akan meminta berutang kalau tidak karena sebab yang mendesak.'' Hal ini sejalan dengan kehendak Allah seperti yang tercatat di dalam surah al-Maidah ayat 2, ''Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.''

Rasulullah SAW senantiasa mengingatkan kita akan bahaya berutang, karena ia akan mengikat kebebasan para pelakunya. Di samping itu, mereka yang meninggal dengan meninggalkan utang, arwahnya akan terkatung-katung di antara langit dan bumi hingga lunas utangnya.

Di sisi lain, kita dituntut selalu membantu saudara kita yang sangat memerlukan, baik bantuan secara materi maupun moril. wallahu a'lam.

Sumber : Hikmah Republika Online, 28-03-2007

Obat Keluh Kesah

Oleh : KH Yusuf Supendi

Rasulullah SAW bersabda, ''Manusia yang paling jelek adalah yang bersifat amat kikir dan pengecut.'' (HR Ahmad dan Abu Daud). Allah SWT memaparkan dalam QS Al Ma'aarij (70) ayat 19-20 tentang tiga sifat tercela yang sering melekat pada manusia yaitu keluh kesah, frustrasi, dan kikir. Sifat manusia juga cenderung angin-anginan. Allah menyebutnya sebagai orang-orang yang ''berada di tepi''.

''Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi (tidak dengan penuh keyakinan), maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang (kembali kafir lagi). Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.'' (QS Al Hajj [22]: 11) Manusia memiliki sifat keluh kesah, risau, dan gundah gulana. Apabila mendapatkan ujian dalam bentuk kejelekan seperti musibah, kesulitan, atau problematika hidup lainnya ia berkeluh kesah dan frustrasi.

Sebaliknya, apabila mendapatkan ujian dalam bentuk kebaikan seperti nikmat kesehatan, harta kekayaan, atau posisi dan kedudukan ia menjadi kikir, lupa daratan, dan tidak mensyukuri nikmat Allah SWT, serta ingkar dengan kekuasaan Allah.

Sifat keluh kesah dan frustrasi ini banyak melekat pada manusia, mulai dari yang miskin papa sampai yang kaya raya, mulai dari anak-anak sampai dengan orang tua. Seorang ibu yang frustrasi dan gamang akan masa depannya mengakhiri hidupnya sendiri dan anak-anaknya.

Para pegawai dan pejabat banyak yang frustrasi menghadapi akhir masa jabatannya. Mereka khawatir menghadapi kehidupan dengan penuh kesulitan dan tidak mendapatkan penghargaan, serta merasa kurang bermanfaat di masyarakat.

Islam telah memberikan solusi dan antisipasi untuk mengobati penyakit keluh kesah dan frustrasi. Dalam surat Al Ma'aarij (QS 70: 22-34) Allah SWT memberikan tujuh kiat menanggulangi sifat ini. Allah berpesan pada kita untuk tetap mengerjakan shalat (ayat 24-25), mengeluarkan zakat dan mendermakan harta kekayaannya (ayat 24-25), memercayai hari pembalasan (ayat 26), takut terhadap azab Allah SWT (ayat 27-28), memelihara kemaluannya (ayat 29-30), memelihara amanah dan janjinya (ayat 32), serta memberikan kesaksian secara tepat dan benar (ayat 33).

Insya Allah apabila umat Islam dapat melaksanakan konsep dari Allah yang dituangkan dalam Alquran secara baik sesuai dengan aturan syariah dan dilandasi tulus ikhlas akan mendapatkan ketenangan hidup di dunia. Dan di akhirat, ia akan mendapatkan balasan berupa surga dan dimuliakan Allah SWT.

Sumber : Hikmah Republika Online, 27-03-2007

Penangkal Azab

Oleh : Hj Aminah Mochtar

Salah satu penangkal azab adalah istighfar. Dalam Alquran Surah Al-Anfaal ayat 33 Allah berfirman, ''Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka (hamba-Nya), sedang kamu (Nabi Muhammad SAW) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka (hamba-Nya) sedang mereka meminta ampun.''

Pertama Allah menjamin bahwa selama Nabi masih berada di tengah umatnya, tidak akan ada azab. Jaminan kedua adalah azab tidak akan ada kalau hamba-Nya beristighfar.

Untuk jaminan kedua ini Nabi sendiri memberi teladan dengan beristighfar tidak kurang dari seratus kali sehari. Abu Hurairah menyebutkan bahwa Nabi mengumpulkan orang dan bersabda, ''Hai manusia! Bertobatlah kamu kepada Allah karena aku sendiri bertobat dalam satu hari seratus kali.'' Dalam riwayat lain disebutkan bahwa, ''Sesungguhnya aku sendiri beristighfar kepada Allah seratus kali dalam sehari semalam.''

Istighfar artinya memohon ampun kepada Allah atas segala perbuatan buruk yang salah menurut pandangan agama Allah. Istighfar diucapkan dengan penuh penyesalan yang mendalam dan tidak akan mengulang lagi kesalahan itu. Beristighfar diperintahkan Allah dalam Alquran dan Alhadits karena manusia tidak sunyi dari kesalahan besar ataupun kecil. Allah berfirman dalam Surah Almuzammil ujung ayat 20, ''Dan mohonlah ampunan Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.''

Dalam firman Allah Surah Ali 'Imran ayat 135 disebutkan, ''Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat/sadar lalu mohon ampun kepada Allah atas kesalahan dan dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.''

Nabi Yunus AS memberikan contoh yang nyata dalam kehidupan ini, bahwa istighfar berupa penyesalan dan tidak mengulangi kesalahan itu ternyata dapat mengatasi cobaan dan menangkal azab. Cobaan pada Nabi Yunus itu terjadi tatkala beliau ditelan paus lantaran berbuat salah dengan meninggalkan tugasnya. Beliau dibebaskan Allah setelah berdoa dan beristighfar dalam gelapnya perut ikan, gelapnya laut, dan gelapnya malam hari.

Nabi Yunus mengatasi cobaan dan menangkal azab dengan berdoa dan beristighfar yang disertai penyesalan yang mendalam, yang segera dikabulkan Allah, sebagaimana tertera dalam surat Al-Anbiya. ''Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang orang yang beriman.'' (QS Al-Anbiya [21]: 88). Mahabenar Allah dengan segala firman-Nya.

Sumber : Hikmah Republika Online, 26-03-2007

Manusia Bangkrut

Oleh : Gemilang MH

Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bertanya, ''Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu?'' Mereka (para sahabat) menjawab, ''Orang yang tidak mempunyai uang dan harta.''

Rasulullah SAW menerangkan, ''Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) shalat, puasa, dan zakatnya, namun dia dahulu di dunianya telah mencela si ini, menuduh (berzina) si itu, memakan harta si anu, menumpahkan darah si itu, dan telah memukul orang lain (dengan tidak hak), maka si ini diberikan kepadanya kebaikan orang yang membawa banyak pahala ini, dan si itu diberikan sedemikian juga, maka apabila kebaikannya sudah habis sebelum dia melunasi segala dosanya (kepada orang lain), maka kesalahan orang yang dizalimi di dunia itu dibebankan kepadanya, kemudian ia dilemparkan ke api neraka.'' (HR Muslim).

Di dunia ini, mungkin banyak orang yang merasa kuat dapat membebaskan diri mereka dari jeratan hukum akibat perbuatan zalim mereka terhadap orang lain. Mungkin dia pernah berutang dan tidak pernah membayar, atau membunuh tanpa alasan yang dibenarkan Allah, atau bahkan mencaci maki orang lain, baik secara disengaja atau tidak.

Saat itu, dia tidak menyadari bahwa hukum dan keadilan Allah akan ditegakkan di hari kiamat kelak. Pada saat itu tidak seorang pun yang dapat membebaskan diri dari kesalahannya selama di dunia, yang dia tak pernah bertobat dan menyesalinya.

Dalam mahkamah Allah, hukum akan ditegakkan seadil-adilnya. Kesalahan dan kebaikan sebesar biji bayam pun, tak akan luput dari perhitungan-Nya. Orang yang menzalimi saudaranya di dunia, sedangkan dia belum bertaubat dari kezaliman tersebut dengan meminta maaf atau mengembalikan haknya, maka dia harus membayarnya dengan kebaikannya.

Karenanya, Rasulullah SAW berwasiat kepada umatnya dengan sabdanya, ''Barangsiapa yang melakukan perbuatan zalim terhadap saudaranya, maka hendaklah ia meminta dimaafkan sekarang sebelum datang hari yang tidak berlaku pada saat itu emas atau perak. Sebelum diambil darinya kebaikannya untuk membayar kezalimannya terhadap saudaranya, dan jika dia tidak mempunyai kebaikan, maka dibebankan kepadanya keburukan saudaranya itu kepadanya.'' (HR Bukhari).

Karena itu, mari kita membebaskan diri dari menzalimi orang lain, penuhilah setiap yang mempunyai hak akan haknya, dan jangan menunggu hari esok karena tidak seorang pun yang mengetahui akan keberadaannya di esok hari.

Sumber : Hikmah Republika Online, 24-03-2007

Wednesday, March 14, 2007

Lima Wasiat Abu Bakar

Oleh : Nur Iskandar

Sahabat Rasul SAW, Abu Bakar Ash-Shiddiq, berkata, ''Kegelapan itu ada lima dan pelitanya pun ada lima. Jika tidak waspada, lima kegelapan itu akan menyesatkan dan memerosokkan kita ke dalam panasnya api neraka. Tetapi, barangsiapa teguh memegang lima pelita itu maka ia akan selamat di dunia dan akhirat.''

Kegelapan pertama adalah cinta dunia (hubb al-dunya). Rasulullah bersabda, ''Cinta dunia adalah biang segala kesalahan.'' (HR Baihaqi). Manusia yang berorientasi duniawi, ia akan melegalkan segala cara untuk meraih keinginannya. Untuk memeranginya, Abu Bakar memberikan pelita berupa takwa. Dengan takwa, manusia lebih terarah secara positif menuju jalan Allah, yakni jalan kebenaran.

Kedua, berbuat dosa. Kegelapan ini akan tercerahkan oleh taubat nashuha (tobat yang sungguh-sungguh). Rasulullah bersabda, ''Sesungguhnya bila seorang hamba melakukan dosa satu kali, di dalam hatinya timbul satu titik noda. Apabila ia berhenti dari berbuat dosa dan memohon ampun serta bertobat, maka bersihlah hatinya. Jika ia kembali berbuat dosa, bertambah hitamlah titik nodanya itu sampai memenuhi hatinya.'' (HR Ahmad). Inilah al-roon (penutup hati) sebagaimana disebutkan dalam QS Al-Muthaffifin (83) ayat 14.

Ketiga, kegelapan kubur akan benderang dengan adanya siraj (lampu penerang) berupa bacaan laa ilaaha illallah, Muhammad Rasulullah. Sabda Nabi SAW, ''Barangsiapa membaca dengan ikhlas kalimat laa ilaaha illallah, ia akan masuk surga.'' Para sahabat bertanya, ''Wahai Rasulallah, apa wujud keikhlasannya?'' Beliau menjawab, ''Kalimat tersebut dapat mencegah dari segala sesuatu yang diharamkan Allah kepada kalian.''

Keempat, alam akhirat sangatlah gelap. Untuk meneranginya, manusia harus memperbanyak amal shaleh. QS Al-Bayyinah (98) ayat 7-8 menyebutkan, orang yang beramal shaleh adalah sebaik-baik makhluk, dan balasan bagi mereka adalah surga 'Adn. Mereka kekal di dalamnya.

Kegelapan kelima adalah shirath (jembatan penyeberangan di atas neraka) dan yaqin adalah penerangnya. Yaitu, meyakini dan membenarkan dengan sepenuh hati segala hal yang gaib, termasuk kehidupan setelah mati (eskatologis). Dengan keyakinan itu, kita akan lebih aktif mempersiapkan bekal sebanyak mungkin menuju alam abadi (akhirat). Demikian lima wasiat Abu Bakar. Semoga kita termasuk pemegang kuat lima pelita itu, sehingga menyibak kegelapan dan mengantarkan kita ke kebahagiaan abadi di surga. Amin.

Sumber : Hikmah Republika Online, 13-03-2007 (Safar 23, 1428 H)

Wednesday, March 07, 2007

Toleransi Shalahudin

Oleh : Muhammad Zaidun Khadliri

Pada suatu hari, Shalahudin al-Ayubi sedang duduk di dalam perkemahan. Di saat dia sedang serius memberikan wejangan, tiba-tiba ada seorang perempuan kafir berdiri di depan perkemahannya. Perempuan berwajah muram ini berteriak dengan suara yang memekakkan telinga, sehingga suasana menjadi gaduh.

Melihat kejadian tersebut, para prajurit segera bertindak menjauhkan perempuan itu dari perkemahan. Namun, Shalahudin mencegah dan memerintahkan para prajurit agar membawa masuk perempuan itu. Begitu perempuan itu menghadap, pimpinan umat yang berhasil merebut kembali Jerusalem dari penguasaan Tentara Salib ini segera menanyakan hal yang menyebabkan perempuan itu bersedih. Ia menjawab, ''Anakku diculik dan suamiku disandera sebagai tawanan perang. Padahal, suamikulah yang memberikan nafkah buatku.''

Pernyataan perempuan tersebut membuat Shalahudin terharu. Seketika itu juga dia memerintahkan para prajurit agar segera melepaskan suami perempuan itu. Dia juga memerintahkan para prajurit, agar mencari anak yang hilang diculik.

Mendapatkan perintah tersebut, secepat kilat para prajurit melaksanakannya. Sampai akhirnya berhasil mendapatkan anak yang diculik itu. Dan dengan segera pula, si anak diserahkan kepada ibunya. Betapa bahagianya perempuan itu mendapatkan suami dan anaknya kembali ke pangkuannya.

Perempuan tersebut sangat berterima kasih serta memuji Shalahudin. Mendengar pernyataan dari perempuan itu, Shalahudin berkata, ''Kami tidak melakukan sesuatu apa pun, kecuali apa yang telah diperitahkan oleh agama kami.''

Mendengar ungkapan Shalahudin, perempuan itu lantas bertanya, ''Apakah agama tuan memerintahkan kasih sayang terhadap para musuh, serta membantu orang-orang yang lemah?'' ''Benar bunda,'' jawab Shalahudin. ''Islam adalah agama Allah di dunia ini. Agama-Nyalah yang senantiasa memberikan rahmat serta menjadi penyelamat bagi seluruh umat.''

Mendapat jawaban ini, perempuan itu tergugah benaknya. Ia pun bersyahadat bersama suaminya. ''Saya mencintai agama yang senantiasa bertoleransi dan mulia itu, seperti yang tecermin dari sifat-sifat dan akhlak tuan.''

Begitulah dakwah yang diajarkan Shalahudin. Ia menunjukkan dua hal sekaligus, Islam adalah agama yang santun dan mengajarkan toleransi. Dialah pemimpin Islam yang disebut dengan nada hormat, bahkan di kalangan pembesar Tentara Salib. Shalahudin menunjukkan, Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Islam membawa perasaan nyaman terhadap pemeluknya, juga membuat orang lain simpati.

Sumber : Hikmah Republika Online, 07-03-2007 [Safar 17, 1428]

Tuesday, March 06, 2007

Doa Pembuka Jalan

Oleh : Sholehan Latundo

Jika kita renungkan lebih mendalam, tujuan paling penting amalan keagamaan adalah untuk mendidik agar kita memiliki penghayatan dan menanamkan kesadaran Ketuhanan (rabbaniyah) yang sedalam-dalamnya. Salah satu usaha dalam proses menumbuhkan semua itu adalah berdoa.

Makna doa secara bahasa (etimologis) adalah menyeru atau mengajak. Karena itu, doa sesungguhnya lebih daripada sekedar memohon atau meminta sesuatu. Tetapi berdoa adalah untuk menyeru Allah, membuka komunikasi dengan Sang Maha Pencipta, dan memelihara kebersamaan dengan Tuhan. Berdoa adalah untuk totalitas menyerahkan diri kepada Allah, asal serta tujuan hidup manusia dan seluruh alam.

Jadi berdoa sangat berhubungan dengan keinsyafan, penghayatan menyeluruh akan makna dan tujuan hidup. Doa adalah otak ibadah dan merupakan senjata orang mukmin. Karena doa merupakan titik sentral pertumbuhan kesadaran Ketuhanan.

Setiap agama mempunyai ritual doanya sendiri-sendiri dan ungkapan-ungkapan doa dalam semua agama adalah mirip, yakni memuji Tuhan, memohon rahmat dan ampunan, menyatakan kesetiaan dan ketundukan, meminta kedamaian, serta memohon perlindungan dan kasih sayang Tuhan. Dalam berdoa, kita bukan mencari keuntungan praktis tetapi keuntungan spiritual; penemuan pengalaman dan kesadaran Ketuhanan diri kita.

Doa merupakan salah satu ibadah terbaik yang bila dilalui, seorang dapat mencapai kesempurnaan diri dan kedekatan kepada Tuhan. Doa hendaknya memiliki dua 'sayap' yang harus dipelihara. Dua sayap tersebut adalah raja' (harap) dan khauf (cemas).

Dengan penuh harap, artinya seseorang senantiasa optimistis dalam menjalani kehidupan ini dan selalu berserah diri kepada Tuhan. Dengan perasaan cemas, dia akan berusaha sekuat tenaga memperbaiki serta menyempurnakan totalitas ketaatan dan ketundukan kita pada Tuhan. Kita harus bertafakur dan mengetahui harus menjadi seperti apakah agar meraih keuntungan spiritual.

Selain itu, doa sebaiknya hanya ditujukan pada Allah secara langsung, tanpa perantara. Allah Ta'ala berfirman yang artinya, ''Siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila dia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan serta yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingatnya.'' (QS An Naml [27]: 62).

Mengapa kita terlalu sombong untuk tidak berdoa dan memohon pada Sang Khalik? Padahal Dia sangat menyukai orang-orang yang berdoa dan akan mengabulkan setiap doa yang dipanjatkan hamba-hambanya yang bertakwa. Wallahu a'lam bish-shawab.

Sumber : Hikmah Republika Online, 06-03-2007 [Safar 16, 1428]

Manfaat Wudhu

Oleh : M Mahbubi Ali

''Sungguh ummat-Ku akan diseru pada hari kiamat dalam keadaan bercahaya karena bekas wudhunya.'' (HR Bukhari dan Muslim).

Selain memiliki banyak keutamaan, wudhu ternyata sangat bermanfaat terhadap kesehatan. Dr Ahmad Syauqy Ibrahim, peneliti bidang penderita penyakit dalam dan penyakit jantung di London mengatakan, ''Para Pakar sampai pada kesimpulan mencelupkan anggota tubuh ke dalam air akan mengembalikan tubuh yang lemah menjadi kuat, mengurangi kekejangan pada syaraf dan otot, menormalkan detak jantung, kecemasan, dan insomnia (susah tidur).''

Dalam buku Al-I'jaaz Al-Ilmiy fii Al-Islam wa Al-Sunnah Al-Nabawiyah dijelaskan, ilmu kontemporer menetapkan setelah melalui eksperimen panjang, ternyata orang yang selalu berwudhu mayoritas hidung mereka lebih bersih, tidak terdapat berbagai mikroba.

Rongga hidung bisa mengantarkan berbagai penyakit. Dari hidung, kuman masuk ke tenggorokan dan terjadilah berbagai radang dan penyakit. Apalagi jika sampai masuk ke dalam aliran darah. Barangkali inilah hikmah dianjurkannya istinsyaaq (memasukkan air ke dalam hidung) sebanyak tiga kali kemudian menyemburkannya setiap kali wudhu.

Ada pun berkumur-kumur dimaksudkan untuk menjaga kebersihan mulut dan kerongkongan dari peradangan dan pembusukan pada gusi. Berkumur menjaga gigi dari sisa-sisa makanan yang menempel. Sementara membasuh wajah dan kedua tangan sampai siku, serta kedua kaki memberi manfaat menghilangkan debu-debu dan berbagai bakteri. Apalagi dengan membersihkan badan dari keringat dan kotoran lainnya yang keluar melalui kulit. Dan juga, sudah terbukti secara ilmiah penyakit tidak akan menyerang kulit manusia kecuali apabila kadar kebersihan kulitnya rendah.

Dari segi rohani, wudhu menggugurkan 'daki-daki' yang menutupi pahala. Bersama air wudhu, dosa-dosa kita dibersihkan, sebagaimana diriwayatkan Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, ''Apabila seorang hamba muslim atau mukmin berwudhu, tatkala ia membasuh wajahnya keluarlah dari wajahnya seluruh dosa yang dilakukan matanya bersamaan dengan air itu atau dengan tetesan terakhirnya.

Apabila dia membasuh dua tangannya maka akan keluar seluruh dosa yang dilakukan tangannya bersamaan dengan air itu atau tetesan air yang terakhir. Apabila dia membasuh dua kakinya maka keluarlah seluruh dosa yang telah dilangkahkan oleh kakinya bersama air atau tetesannya yang terakhir sehingga dia selesai wudhu dalam keadaan bersih dari dosa-dosa.'' (HR Muslim) Maka, berbahagialah orang-orang yang selalu menjaga wudhunya dan menjaga hatinya tetap suci.

Sumber : Hikmah Republika Online, 05-03-2007 [Safar 15, 1428]