Wednesday, November 22, 2006

Mengamalkan Ilmu

Oleh : Firdaus MA

Islam mendorong Muslim untuk belajar dan menuntut ilmu. Menuntut ilmu bagi Muslim bukan sekadar kewajiban yang berlaku sepanjang hayat (long life education), tetapi dinilai sebagai ibadah yang dipersembahkan kepada Yang Maha Berilmu.

Menuntut ilmu membuka kesempatan bagi Muslim untuk mendapatkan surga Allah, seperti hadis: ''Siapa meniti jalan menuntut ilmu, Allah akan memudahkan jalannya menuju surga.'' (HR Muslim). Orang yang menuntut ilmu sama kedudukannya dengan jihad fi sabilillah; ''Siapa keluar untuk menuntut ilmu, maka ia berada di jalan Allah (fi sabilillah) sampai ia kembali.'' (HR Tirmidzi).

Ilmu sebagai nur (cahaya) yang diberikan Allah kepada manusia. Ilmu merupakan hidayah yang menerangi seseorang menjalani kehidupan ini. Oleh sebab itu, Allah menempatkan orang berilmu pada kedudukan yang tinggi di kalangan manusia. Allah berfirman, ''Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.'' (QS Al Mujadillah [58]: 11).

Ayat ini menegaskan bahwa Allah mengangkat derajat orang-orang berilmu terhadap orang yang kurang ilmunya. Orang yang ditinggikan Allah derajatnya karena ilmu tentu akan mendapat kemuliaan di hadapan-Nya dan manusia. Melalui ilmu, Muslim takut dan mendekatkan diri dengan baik kepada Allah, seperti firman-Nya, ''Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Maha Pengampun.'' (QS 35: 28). Ayat ini mengisyaratkan bahwa semakin banyak ilmu seseorang, terutama ilmu tentang Allah, maka ia semakin menyadari keagungan dan kebesaran Allah sehingga merasa kecil di hadapan-Nya. Perasaan ini menimbulkan rasa takut untuk melanggar aturan Allah dan mendorong senantiasa mendekat diri kepada-Nya.

Ilmu yang dimiliki Muslim bukan untuk dibanggakan di hadapan manusia karena hal itu dapat menjadi bumerang dan merugikan dirinya, seperti hadis: ''Janganlah kamu menuntut ilmu untuk saling membanggakan diri di hadapan para ulama, mendebat orang-orang bodoh, dan menyombongkan diri di depan majelis. Karena, siapa yang melakukannya, maka hendaknya ia berhati-hati dengan api neraka.'' (HR Ibn Majah).

Islam menginginkan orang yang berilmu mengamalkan ilmunya demi kebaikan diri dan orang lain. Ilmu pada seseorang ibarat sebatang pohon dan amal sebagai buahnya. Perintah belajar dan menuntut ilmu bertujuan meningkatkan kuantitas dan kualitas amal Muslim. Dengan amal itu pula, Muslim memperoleh kebahagiaan di dunia dan selamat di akhirat.

Orang yang tidak mengamalkan ilmu lebih buruk dari orang bodoh. Ia mendapat murka Allah di dunia dan mendapat siksaan dari-Nya di akhirat. Bahkan, ia akan mendapat siksa yang berat dan termasuk orang yang pertama kali merasakan azab neraka.

Sumber : Hikmah Republika Online, 21-11-2006
http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=272491&kat_id=14

Sabar Saat Diuji

Oleh : KH Dr Surahman Hidayat MA

Sabar itu indah, kata Alquran. Tapi, bukan seperti dipahami oleh orang awam, sebagai sikap pasrah pada nasib yang menimpa. Secara bahasa pun, sabar artinya tahammul, yakni daya tahan/daya pikul. Sebuah kemampuan karunia Allah yang paling besar setelah iman.

Sepanjang jalan ujian, orang sabar ''tidak mengeluhkan kepedihan derita kepada siapa pun juga, kecuali kepada Allah Ta'ala'', seperti ditulis Al Jurjani. Sabar adalah tanda lulus dalam ujian musibah demi musibah. Hidup memang tidak terlepas dari ujian, agar bisa diketahui secara nyata siapa hamba Allah yang pejuang dan yang sabar dalam perjuangannya (QS Muhammad [47]: 31).

Allah akan menganugerahkan shalawat dan rahmat kepada yang sabar. Pahala yang tak terhingga di dunia, dan surga di akhirat. Ujian dengan musibah bukan untuk menjatuhkan manusia pada kenistaan. Justru sebaliknya sebagai tanda cinta dan rasa percaya dari Rabbbul 'alamin kepada hamba-Nya. Nyatanya, para nabi, hamba Allah yang paling dimuliakan dan dicintai-Nya, harus menempuh ujian paling berat, dibanding orang beriman lainnya.

Berat ringannya ujian disesuaikan dengan kadar keimanan yang bersangkutan. Setelah lulus menjalani ujian ada pemutihan dosa-dosa, dan ada promosi ke martabat/derajat yang lebih tinggi. Itulah yang terjadi pada Nabi Ayub AS; mendapat pujian ni'mal 'abd (hamba paling baik), karena dapat membuktikan kesabaran selama delapan belas tahun sakit semacam lepra, yang memakan seluruh tubuh, hanya menyisakan lidah dan jantungnya. Dalam ketiadaan harta semua orang menjauh, kecuali sang istri yang setia berkat iman di dada. Allah mengabulkan doa Ayub: mengangkat penyakitnya, mendatangkan kembali keluarga dan orang-orang yang bersamanya (QS Al Anbiya [21]: 83-84).

Ujian hidup bisa menimpa kita kapan saja. Baik sebagai individu, sebagai warga masyarakat, bagian dari umat atau anak bangsa. Itu bukan untuk dihindari, tapi untuk disikapi dan dikelola dengan manajemen sabar.

Tanpa kesabaran sama saja dengan orang jatuh lalu tertimpa tangga. Sedangkan dengan kesabaran, berarti memiliki modal pokok bangkit pascamusibah. Bahkan, tersedia energi yang dapat membuka peluang untuk lebih maju dari sebelumnya.

Sebagaimana dalam semangat doa musibah yang diajarkan Nabi SAW: ''Ya Allah berilah hamba pahala dalam musibah ini, dan gantilah musibah ini dengan yang lebih baik.''

Ujian ada yang berupa kesenangan. Di sini seorang Muslim tetap harus sabar dalam menaati aturan Allah. Dengan sabar, ia menikmati kesenangan tanpa penyimpangan. Sehingga, mengundang nikmat yang lebih besar lagi. Mari kita tingkatkan kesabaran.

Sumber : Hikmah Republika Online, 18-11-2006
http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=272217&kat_id=14

Keutamaan Subuh

Oleh : Muhammad Jihad Akbar

Shalat Subuh merupakan satu di antara shalat wajib lima waktu yang mempunyai kekhususan dari shalat lainnya dan mempunyai keutamaan yang luar biasa. Pada saat inilah pergantian malam dan siang dimulai. Pada saat ini pula malaikat malam dan siang berganti tugas (HR Al-Bukhari).

Karenanya, beruntunglah mereka yang dapat melaksanakan shalat Subuh pada awal waktu sebab disaksikan oleh malaikat, baik malaikat yang bertugas pada malam hari maupun siang. Allah SWT berfirman: ''Dan dirikanlah shalat Subuh. Sesungguhnya shalat Subuh itu disaksikan (oleh para malaikat).'' (QS Al-Isra' [17]: 78).

Selain itu, shalat Subuh juga bisa menjadi penerang pada hari ketika semua orang berada dalam kekalutan (kiamat). Seperti yang disabdakan oleh Rasulullah SAW, ''Berilah kabar gembira bagi orang-orang yang berjalan di kegelapan menuju masjid (untuk mengerjakan shalat Subuh) dengan cahaya yang terang benderang (pertolongan) pada hari kiamat.'' (HR Abu Daud, Tirmidzi dan Ibn Majah).

Tak hanya itu, Allah pun telah menyiapkan pahala yang luar biasa bagi mereka yang membiasakan shalat Subuh tepat pada waktunya, yaitu mendapatkan pahala sebanding dengan melakukan shalat semalam suntuk. Sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadis, ''Barangsiapa yang shalat Subuh berjamaah, maka seakan-akan dia telah melaksanakan shalat semalam suntuk.'' (HR Bukhari).

Di antara hikmah dan alasannya adalah karena shalat Subuh merupakan shalat wajib yang paling ''sulit'' dikerjakan pada awal waktu. Banyak di antara kita lebih memilih untuk tidur di atas kasur empuk dan selimut yang hangat. Padahal, seruan Allah (adzan) pada waktu Subuh telah memberitahukan kita bahwa shalat itu lebih baik daripada tidur.

Secara ilmiah, benar adanya bahwa bangun pagi dan melakukan shalat lebih baik daripada terus tidur. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Louis J Ignarro dan Ferid Murad, pembuluh darah manusia akan mengembang pada tengah malam terakhir sampai menjelang siang. Kemudian secara berangsur-angsur sekumpulan sel darah akan menggumpal pada dinding pembuluh sehingga terjadi penyempitan. Inilah yang mengakibatkan tekanan darah tinggi.

Menurut peraih Nobel bidang Fisiologi dan Kedokteran tahun 1998 ini, ada cara alamiah yang bisa dilakukan oleh setiap orang, yaitu menggerakkan tubuh sejak pagi buta. Karena, penelitian mereka menunjukkan bahwa dengan menggerak-gerakkan tubuh, gumpalan sel tadi akan melebur bersama aliran darah yang terpompa dengan kencang pada saat bergerak.

Maka, beruntunglah mereka yang terbiasa menggerakkan tubuh pada waktu Subuh dengan bangun tidur lalu berwudhu kemudian berjalan menuju masjid guna shalat Subuh berjamaah.

Sumber : Hikmah Republika Online, 17-10-2006
http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=272058&kat_id=14